
Jakarta – Harga emas dunia langsung meroket 1,72 persen ke US$ 1.870,90/troy ons pada hari Rabu (20/1/2021) saat Joe Biden dilantik menjadi Presiden Amerika Serikat menggantikan Donald Trump yang kalah dalam pemilihan umum bulan November lalu.
Biden pada pekan lalu mengungkapkan rencana stimulus fiskal senilai US$ 1,9 triliun.
Selain pelantikan Biden, Senat AS yang sebelumnya dikuasai oleh Partai Republik, kini dikuasai oleh Partai Demokrat. Sehingga blue wave atau kemenangan penuh Partai Demokrat berhasil dicapai.
Parlemen AS menganut sistem 2 kamar, House of Representative (DPR) yang sudah dikuasai Partai Demokrat sejak lama, dan Senat yang pada rezim Donald Trump dikuasai Partai Republik.
Dengan dikuasainya DPR dan Senat, tentunya akan memudahkan dalam mengambil kebijakan, termasuk dalam meloloskan paket stimulus fiskal US$ 1,9 triliun. Alhasil, emas langsung melesat begitu Biden dilantik, sebab stimulus fiskal merupakan bahan bakar untuk menguat.
Namun, dalam 2 hari terakhir harga emas justru melempem, melemah tipis 0,05% kemarin, dan hari ini Jumat (22/1/2021) merosot 0,61% ke US$ 1.858,4/troy ons pada pukul 17:13 WIB melansir data Refinitiv.
Melihat pergerakan tersebut, bisa dibilang emas galau. Stimulus fiskal yang jumbo akan segera cair, di saat bersamaan ada kemungkinan stimulus moneter akan segera dikurangi.
Kitco melakukan survei di akhir tahun lalu terhadap pelaku pasar maupun para analis. Hasilnya survei yang melibatkan 2.000 pelaku pasar, sebanyak 84% memprediksi harga emas akan kembali ke atas US$ 2.000/troy ons di akhir tahun ini. Yang paling banyak memprediksi emas berada di kisaran US$ 2.300/troy ons.
Hasil survei terhadap pelaku pasar tersebut sejalan dengan proyeksi analis yang disurvei Kitco. Analis dari Goldman Sachs, Commerzbank, dan CIBC memperediksi harga emas akan mencapai US$ 2.300/troy ons di tahun ini.
Namun ahli strategi logam mulia di bank ABN AMRO, Georgette Boele, memberikan proyeksi yang berbeda. Ia melihat harga emas saat ini justru sudah mencapai puncaknya dan ke depannya akan merosot.
Boele melihat, inflasi yang diprediksi naik di tahun ini akan memaksa bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) mengetatkan kebijakan moneternya, yang berisiko membuat harga emas rontok.
Melansir Kitco, Boele memberikan prediksi rata-rata harga emas di tahun ini di kisaran US$ 1.771/troy ons.
Untuk diketahui, sejak pandemi penyakit virus corona (Covid-19) melanda, The Fed menerapkan suku bunga terendah dalam sejarah < 0,25% serta program pembelian aset (quantitative easing/QE) dengan nilai sekitar US$ 120 miliar per bulan.
Kini muncul “bisik-bisik” jika The Fed akan memangkas QE atau yang dikenal dengan istilah tapering di akhir tahun ini. Jika melihat ke belakang, kebijakan moneter yang diambil The Fed sama persis dengan tahun 2008 saat terjadi krisis finansial global.
Saat itu, The Fed menerapkan suku bunga <0,25%, serta QE yang dilakukan dalam 3 periode. QE 1 dilakukan mulai November 2008, kemudian QE 2 mulai November 2010, dan QE 3 pada September 2012.
Emas dunia mencapai periode kejayaannya saat QE 2 berlangsung. Sementara masa kemerosotan dimulai tepat sebulan setelah QE 3 dimulai. Sebabnya, perekonomian Amerika Serikat yang mulai membaik, dan ada isu jika QE akan segera dihentikan dalam waktu dekat.
Sejak tahun 2008, harga emas pun terus menanjak hingga mencetak rekor tertinggi sepanjang masa masa US$ 1.920.3/troy ons pada 6 September 2011 sebelum dipecahkan pada tahun lalu.
Pada pertengahan tahun 2013 The Fed yang saat itu dipimpin Ben Bernanke akhirnya mengeluarkan wacana untuk mengurangi QE atau tapering.
Saat wacana tersebut muncul dolar AS menjadi begitu perkasa, hingga ada istilah “taper tantrum“. Maklum saja, sejak diterapkan suku bunga rendah serta QE, nilai tukar dolar AS terus merosot. Sehingga saat muncul wacana pengurangan QE hingga akhirnya dihentikan dolar AS langsung mengamuk, “taper tantrum“, mata uang lainnya dibuat rontok oleh the greenback. Penguatan dolar tersebut membuat harga emas terpukul.
Harga emas terus merosot hingga ke titik terendah yang dicapai yakni US$ 1.045,85/troy ons pada 3 Desember 2015. Artinya, jika dilihat dari rekor tertinggi 6 September 201 hingga ke level terendah tersebut, harga emas dunia ambrol 45,54% dalam tempo 4 tahun.
Sumber: CNBC
2 replies on “Era Joe Biden Dimulai, Emas ke US$ 2.000 Lagi atau Ambrol?”
[…] Baca juga: Era Joe Biden Dimulai, Emas ke US$ 2.000 Lagi atau Ambrol? […]
[…] Baca juga: Era Joe Biden Dimulai, Emas ke US$ 2.000 Lagi atau Ambrol? […]